A. Pertumbuhan
Penduduk Indonesia
Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 jumlah
penduduk Indonesia adalah 179,4 juta. Berarti Indonesia termasuk negara
terbesar ke tiga di antara negara-negara yang sedang berkembang setelah Gina
dan India.Dibanding dengan jumlah sensus tahun 1980 maka akan terlihat
peningkatan penduduk Indonesia rata-rata 1,98% pertahun. Berdasarkan hasil
proyeksi penduduk, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1995 sebanyak 195,3
juta jiwa.
Bila dilihat dari luas wilayah pada peta penyebaran
penduduknya terlihat tidak merata di 27 propinsi. Berdasarkan hasil sensus
penduduk tahun 1990 sekitar 60% penduduk tinggal di pulau Jawa, padahal luas
pulau Jawa hanya 7% dari luas wilayah Indonesia. Dilain pihak pulau Kalimantan
yang luas wilayahnya hanya ditempati oleh 5% dari jumlah penduduknya.
Kondisi tersebut menunjukan bahwa kepadatan
penduduk Indonesia tidak seimbang. Kondisi tersebut memerlukan upaya pemerataan
dan upaya tersebut telah dilaksanakan melalui program transmigrasi dan gerakan
kembali ke Desa. Dilihat dari tingkat pertambahan penduduknya Indonesia masih
tergolong tinggi, hal ini bila tidak diupayakan pengendalianya akan menimbulkan
banyak masalah. Di Indonesia dari tingkat partisipasi anak usia sekolah baru
mencapai 53% meskipun wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun telah dicanangkan
oleh pemerintah. Dibanding negara tetangga, tingkat partisipasi pendidikan kita
tergolong rendah. Hongkong misalnya tahun 1985 telah mencapai 95%, Korea
Selatan 88% dan Singapura telah mencapai 95 % (Surabaya Post, 2 Oktober 1995).
Masalah-masalah lain seperti ketenagakerjaan 77% angkatan kerja masih
berpendidikan rendah. Dampaknya terhadap pendapatan perkapita yang pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Juga terhadap kehidupan
rumah tangga seperti perceraian dan perkawinan yang akan berpengaruh terhadap
angka kelahiran dan kematian yang dalam banyak hal dijadikan indikator bagi
kesejahteraan suatu negara. Nampaknya sederhana, tetapi harus diingat bahwa
manusia adalah sebagai subjek tetapi juga sekaligus objek pembangunan sehingga
bila tidak diantisipasi mungkin pada gilirannnya akan berakibat ketidakstabilan
atau kerapuhan suatu negara.
Dilihat dari jumlah penduduknya Indonesia termasuk
negara terbesar ketiga diantara negara-negara sedang berkembang setelah Gina
dan India. Hasil pencacahan lengkap sensus penduduk 1990, penduduk Indonesia
berjumlah 179,4 juta jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, julah penduduk
pada tahun 1995 mencapai 195,3 juta jiwa. Kepadatan di 27 Propinsi masih belum
merata. Berdasarkan sensus penduduk tahun 1990 sekitar 60% penduduk tinggal di
Pulau Jawa, padahal luas Pulau Jawa hanya sekitar 7% dari seluruh wilayah
daratan Indonesia. Dilain pihak, Kalimantan yang memiliki 28% dari luas total,
hanya dihuni oleh 5% penduduk Indonesia. Dengan demikian kepadatan penduduk
secara regional juga sangat timpang, sementara kepadatan per kilometer persegi
di Pulau Jawa mencapai 814 orang, di Maluku dan Irian Jaya hanya 7 orang (BPS,
1994:29).
Permasalahan yang timbul:
Ketidakseimbangan kepadatan penduduk ini mengakibatkan ketidakmerataan
pembangunan baik phisik maupun non phisik yang selanjutnya mengakibatkan
keinginan untuk pindah semakin tinggi. Arus perpindahan penduduk biasanya
bergerak dari daerah yang agak terkebelakang pembangunannya ke daerah yang
lebih maju, sehingga daerah yang sudah padat menjadi semakin padat.
Pemecahan Masalah:
Untuk memecahkan masalah ini dilaksanakan program pepindahan penduduk
dari daerah padat ke daerah kekurangan penduduk, yaitu program transmigrasi.
Sasaran utama program transmigrasi semula adalah untuk mengurangi
kelebihan penduduk di Pulau Jawa. Tetapi ternyata jumlah penduduk yang berhasil
di transmigrasikan keluar Jawa sangat kecil jumlahnya. Pada tahun 1953
direncanakan 100.000 penduduk, tetapi hanya sebanyak 40.000 orang yang berhasil
dipindahkan (BPS 1994:90) Walaupun demikian, program transmigrasi sudah
menunjukan hasilnya dimana penduduk yang tinggal di Pulau Jawa turun dari 60%
pada tahun 1990, diproyeksikan menjadi 57,7% pada tahun 2000. Sebaliknya diluar
Jawa diproyeksikan akan terjadi kenaikan tahun 1990-2000. Di Pulau Sumatera
naik dari 21% pada tahun 1990 menjadi 21,65 % pada tahun 2000 (BPS 1990:6-7).
B. Pertumbuhan Penduduk dan Lingkungan
Pemukiman
Pertumbuhan penduduk menurut Wikipedia adalah
perubahan populasi sewaktu-waktu yang dapat dihitung sebagai perubahan dalam
jumlah individu dalam sebuah populasi dalam satuan unit per waktu. Angka
pertumbuhan penduduk dipengaruhi banyak faktor seperti tingkat kelahiran,
urbanisasi, dan tingkat kematian. Semakin tinggi angka kelahiran dan urbanisasi
di sebuah wilayah akan meningkatkan angka pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi
angka kematian suatu wilayah akan menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk di
wilayah tersebut.
Perkembangan suatu kota yang semakin pesat dapat
memacu juga kepadatan suatu daerah. Hal ini disebabkan karena beragamnya
kebutuhan hidup masyarakat perkotaan dan adanya upaya untuk memberi kemudahan
dalam memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Pertumbuhan penduduk yang semakin
besar sebagai akibat dari perkembangan pada aktivitas kota dan proses
industrialisasi terutama di beberapa kota di Indonesia yang mengakibatkan
banyak berkembangnya kawasan komersial. Berkembangnya suatu kota pasti akan
diikuti oleh pertambahan jumlah penduduk. Salah satu permasalahan yang muncul
seiring dengan perkembangan suatu kota adalah masalah perumahan dan pemukiman.
Menurut Bintarto (Pos Kota edisi Juni, 2012) pemukiman menempati areal paling
luas dalam pemanfaatan ruang, mengalami perkembangan yang selaras dengan
perkembangan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu yang menciptakan bentuk
dan struktur suatu kota yang berbeda dengan kota lainnya. Perkembangan
permukiman pada bagian-bagian kota tidaklah sama, tergantung pada karakteristik
kehidupan musyarakat, potensial sumber daya kesempatan kerja yang tersedia,
kondisi fisik alami serta fasilitas kota yang terutama berkaitan dengan
infrastruktur. Kemajuan dan perkembangan suatu kota tidak terlepas dari
pembentuk kota. Pembentuk tersebut meliputi sosial budaya, ekonomi, pemukiman,
kependudukan, sarana dan prasarana serta transportasi.
Jika adanya peningkatan jumlah penduduk akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan sosial-ekonomi, juga peningkatan
kebutuhan pelayanan, dan akan terjadi peningkatan prasarana. Maka dengan
semakin banyaknya jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah
yang sama dan melakukan kegiatan yang sama pula akan menimbulkan suatu masalah.
Masalah yang dapat terjadi antara lain peningkatan kebutuhan infrastruktur,
pemukiman liar, dan pencemaran lingkungan.
Infrastruktur merupakan syarat mutlak bagi
terciptanya lingkungan permukiman yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.
Persoalan infrastruktur tersebut timbul karena bertambahnya penduduk pemukiman,
peningkatan pendapatan, peningkatan pemilikan kendaraan dan dibangunnya
fasilitas di kawasan komersial di sekitar kota. Untuk menciptakan suatu
lingkungan pemukiman yang baik maka diperlukan infratruktur pemukiman dan
fasilitas umum pemukiman. Adapun yang dimaksud dengan infrastruktur pemukiman
ialah jalan lokal, saluran drainase, pengadaan air bersih, pembuangan air
kotor, persampahan, listrik dan telepon.
Pemukiman kumuh adalah masalah lain yang
ditimbulkan akibat pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan peningkatan
infrastruktur dalam suatu wilayah. Peningkatan penduduk yang pesat memerlukan
lahan untuk memenuhi kebutuhan utamanya, yakni papan. Sayangnya, lahan
perkotaan yang sempit ditambah kurangnya fasilitas rumah susun serta kemampuan
yang kurang memadai dari para pendatang mengakibatkan munculnya pemukiman liar
di beberapa wilayah. Pemukiman yang berada di tempat yang tidak semestinya,
seperti pinggir sungai, akan berakibat pada pencemaran lingkungan. Limbah rumah
tangga yang dibuang ke sungai, lingkungan hidup yang tidak sehat, dan kurangnya
ketersediaan air bersih merupakan contoh masalah yang diakibatkan dari
pemukiman liar.
Usaha-usaha perencanaan infrastruktur yang harus
dilakukan sedini mungkin. Dalam hal ini penelitian akan diarahkan mencari
hubungan antara kepadatan pemukiman dengan ketersediaan infrastruktur dengan
mengambil kasus di kawasan pemukiman yang mewakili kepadatan rendah, sedang,
dan tinggi. Apabila hal ini tidak diperhatikan dan ditangani secara khusus maka
akan mengakibatkan tingkat pelayanan menjadi rendah dan menimbulkan
ketidaknyamanan.
C. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat
Pendidikan
1. Pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan
penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu
tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya, pertumbuhan penduduk
Indonesia dari tahun 2010 ke tahun 2015 adalah perubahan jumlah penduduk
Indonesia dari tahun 2010 sampai 2015. Pertumbuhan penduduk terbagi atas 2
sebagai berikut:
a.
Pertumbuhan
Penduduk Alami
Pertumbuhan penduduk alami adalah selisih antara jumlah kelahiran dengan
jumlah kematian. Rumus untuk menghitung pertumbuhan penduduk alami adalah:
Keterangan:
L=jumlahkelahiran
M = jumlah kematian
b.
Pertumbuhan
Penduduk Total
Berbeda dengan pertumbuhan penduduk
alami, pertumbuhan penduduk total memperhitungkan migrasi (imigrasi dan
emigrasi) dengan rumus :
Keterangan;
L = jumlah kelahiran
M = jumlah kematian
I = jumlah imigrasi
E = jumlah emigrasi
Pertumbuhan penduduk digolongkan dalam kategori tinggi, sedang, dan
rendah. Pertumbuhan penduduk tinggi jika lebih dari 2%, sedang jika 1% – 2%,
dan rendah jika kurang dari 1%.
2. Tingkat Pendidikan di Indonesia
Menurut tingkat pendidikannya, penduduk
dapat dikelompokkan menjadi penduduk yang buta huruf dan yang melek huruf.
Penduduk yang melek huruf dapat dikelompokkan lagi menurut tingkat
pendidikannya, seperti kelompok tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar, tamat
Sekolah Dasar, tamat Sekolah Menengah Pertama, tamat Sekolah Menengah Atas,
tamat Akademi/Perguruan Tinggi, dan lain-lain.
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping itu penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi memudahkan penduduk dalam memenuhi berbagai kebutuhan
hidup, sehingga taraf hidupnya selalu meningkat. Sebaliknya, tingkat pendidikan
yang rendah dapat menyebabkan lambannya kenaikan taraf hidup dan akibatnya
kemajuan menjadi terhambat.
Tingkat pendidikan di Indonesia masih
tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di dunia lainnya.
Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia adalah
sebagai berikut.
1.
Masih
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Sebagian penduduk
masih menganggap bahwa sekolah itu tidak penting.
2.
Pendapatan
penduduk yang rendah menyebabkan anak tidak dapat melanjutkan sekolah karena
tidak mempunyai biaya.
3.
Kurang
dan tidak meratanya sarana pendidikan. Sarana pendidikan yang dimaksud,
misalnya gedung sekolah, ruang kelas, buku-buku pelajaran, alat-alat praktikum,
guru yang berkualitas, dan lain-lain.
a)
Tingkat
Pendidikan Dasar
Pendidikan
dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup
dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
menengah. Oleh karena itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh
warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar yang berbentuk
Sekolah Dasar (SD) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau bentuk lain yang sederajat. UU RI No. 20 Tahun 2003
menyatakan dasar dan wajib belajar pada Pasal 6 Ayat 1 bahwa, “Setiap warga
negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
b)
Tingkat
Pendidikan Menengah
Pendidikan
menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar, di selenggarakan di
SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau satuan pendidikan yang sederajat.
Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan
perluasan pendidikan dasar, dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.
Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan,
dan pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan
pendidikan menengah keagamaan (UU No. 20 Tahun 2003 Bab VI Pasal 18 Ayat 1-3)
c)
Tingkat
Pendidikan Tinggi
Pendidikan
tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk
menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.
Untuk
dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi melaksanakan misi “Tridharma”
pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat dalam ruang lingkup tanah air Indonesia sebagai kesatuan wilayah
pendidikan nasional.
Pendidikan tinggi juga berfungsi
sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan
perkembangan internasional. Untuk itu dengan tujuan kepentingan nasional,
pendidikan tinggi secara terbuka dan selektif mengikuti perkembangan kebudayaan
yang terjadi di luar Indonesia untuk di ambil manfaatnya bagi pengembangan
bangsa dan kebudayaan nasional. Untuk dapat mencapai dan kebebasan akademik,
melaksanakan misinya, pada lembaga pendidikan tinggi berlaku kebebasan mimbar
akademik serta otonomi keilmuan dan otonomi dalam pengolaan lembaganya. Satuan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di sebut perguruan tinggi
yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan
universitas.
3. Dampak pertumbuhan penduduk terhadap
kualitas pendidikan di Indonesia
Suatu wilayah dengan pertambahan penduduk
yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah pendidikan, pengangguran,
kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya. Dengan jumlah penduduk yang
besar maka fasilitas- fasilitas sosial, pendidikan dan pekerjaan juga ikut
meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak terpenuhi fasilitas
pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan wilayah
tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran
sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika masalah ini terus
diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari.
Tingkat pendidikan yang buruk dapat
menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu terjadinya
pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.
Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat tindakan kriminal
yang dilakukan anak-anak meningkat. Generasi muda dan anak-anak yang cerdas
adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa kanak-kanak mereka diisi dengan
hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan bangsa akan semakin jauh.
Penduduk
merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk yang tinggi akan lebih
menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan
pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama. Di negara-negara yang anggaran
pendidikannya paling rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi.
Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida
pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara
guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang.
Negara Indonesia merupakan negara yang
sedang berkembang sehingga untuk melaksanakan pembangunan dalam segala bidang
belum dapat berjalan dengan cepat, karena kekurangan modal maupun tenaga tenaga
ahli/ terdidik, Akibatnya fasilitas secara kualitatif dalam bidang pendidikan
masih terbatas. Pertambahan penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya
terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan, cenderung untuk menghambat
perimbangan pendidikan. Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat program
persamaan atau perimbangan antara pedesaan dan kota, dan antara bagian
masyarakat yang kaya dan miskin. Oleh karena itu, masyarakat dalam mencapai
pendidikan yang tinggi masih sedikit sekali. Hal ini disebabkan karena :
1.
Tingkat
kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah.
2.
Besarnya
anak usia sekolah yang tidak seimbang dengan penyediaan sarana pendidikan.
3.
Pendapatan
perkapita penduduk di Indonesia rendah sehingga belum dapat memenuhi Kebutuhan
hidup primer, dan untuk biaya sekolah.
Dampak
yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
1.
Rendahnya
penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari negara
maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia
besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat
diperlukan dalam pembangunan.
2.
Rendahnya
tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang
baru. Hal ini nampak dengan ketidak mampuan masyarakat merawat hasil
pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena
ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini
apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan.
3.
Pengaruh
daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga.
Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya
yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga
dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat
perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan
dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang
banyak, lebih mempersulit masalah ini.
4. Tingkat kunjungan sekolah di Indonesia
Aneka permasalahan penduduk pasti
mempengaruhi pelaksanaan pendidikan formal, non formal, dan informal. Makin
pesat berjalan perubahan sosial baik menyangkut reproduksi manusia, mobilitas,
fluktuasi ekonomi, tekanan struktur sosial dan kerumitan akulturasi.
Suatu ukuran pokok bagi fasilitas
pendidikan adalah school attendence yaitu perbandingan jumlah anak menurut
golongan usianya yang seharusnya bersekolah, dengan jumlah benar-benar sudah
masuk sekolah. Menurut hasil sensus 2010 angka partisipasi sekolah sebagai
berikut: usia 7-12 tahun (98,02%), usia 13-15 tahun (86,24%), usia 16-18 tahun
(56,01%), usia 19-24 tahun (13,77%). Semakin pesat pertumbuhan masyarakat
semakin besar pula tuntutan akan fasilitas dan kesempatan pendidikan.
5. Usaha-usaha pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan
Usaha-usaha tersebut di antaranya:
1.
Pencanangan
wajib belajar 9 tahun.
2.
Mengadakan
proyek belajar jarak jauh seperti SMP Terbuka dan Universitas Terbuka.
3.
Meningkatkan
sarana dan prasarana pendidikan (gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium,
dan lain-lain).
4.
Meningkatkan
mutu guru melalui penataran-penataran.
5.
Menyempurnakan
kurikulum sesuai perkembangan zaman.
6.
Mencanangkan
gerakan orang tua asuh.
7.
Memberikan
beasiswa bagi siswa yang berprestasi.
D. Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang
Berkaitan dengan
Lingkungan Hidup
Pertumbuhan penduduk
adalah perubahan jumlah penduduk baik pertambahan maupun penurunannya. Adapun
factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah kelahiran,
kematian, dan perpindahan penduduk. Kelahiran dan kematian dinamakan faktor
alami sedangkan perpindahan penduduk adalah faktor non alami. Migrasi ada dua
yaitu migrasi masuk yang artinya menambah jumlah penduduk sedangkan migrasi
keluar adalah mengurangi jumlah penduduk. Migrasi itu biasa terjadi karena pada
tempat orang itu tinggal kurang ada fasilitas yang memadai. Selain itu juga
kebanyakan kurangnya lapangan kerja. Maka dari itu banyaklah orang yang
melakukan migrasi, dalam masalah ini maka penduduk tidak akan jauh dengan
masalah kesehatan atau penyakit yang melanda penduduk tersebut,dikarenakan
lingkungan yang kurang terawat ataupun pemukiman yang kumuh,seperti limbah
pabrik,selokan yang tidak terawat yang menyebabkan segala penyakit akan melanda
para penghuni wilayah tersebut yang mengakibatkan kematian dan terjadi
pengurangan jumlah penduduk.
1.
Pembahasan
Meningkatnya
perhatian masyarakat mulai menyadari akibat-akibat yang ditimbulkan dan
kerusakan lingkungan hidup di Surabaya. Sebagai contoh apabila ada penumpukan
sampah di kota maka permasalahan ini diselesaikan dengan cara mengangkut dan
membuangnya ke lembah yang jauh dari pusat kota, maka hal ini tidak memecahkan
permasalahan melainkan menimbulkan permasalahan seperti pencemaran air tanah,
udara, bertambahnya jumlah lalat, tikus dan bau yang merusak, pemandangan yang
tidak mengenakan. Akibatnya menderita interaksi antara lingkungan dan manusia
yang akhirnya menderita kesehatan. Interaksi
manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana
sejak manusia itu dilahirkan sampai akhir hidupnya. Hal ini membutuhkan daya
dukung lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Masalah lingkungan hidup
sebenatnya sudah ada sejak dahulu, masalah lingkungan hidup bukanlah masalah
yang hanya dimiliki atau dihadapi oleh negara-negara maju ataupun negara-negara
miskin, tapi masalah lingkungan hidup adalah sudah merupakan masalah dunia dan
masalah kita semua. Keadaan ini ternyata menyebabkan kita betpikir bahwa
pengetahuan tentang hubungan antara jenis lingkungan ini sangat penting agar
dapat menanggulangi permasalahan lingkungan secara terpadu dan tuntas. Masalah lingkungan hidup merupakan
kenyataan yang harus dihadapi, kegiatan pembangunan terutama di bidang industri
yang banyak menimbulkan dampak negatif merugikan masyarakat. Masalah lingkungan
hidup adalah merupakan masalah yang komplek dan harus diselesaikan dengan
berbagai pendekatan multidisipliner. Industrialisasi
merupakan conditio sine quanon keberhasilan pembangunan untuk memacu laju
pertumbuhan ekonomi, akan tetapi industrialisasi juga mengandung resiko
lingkungan. Oleh karena itu munculnya aktivitas industri disuatu kawasan
mengundang kritik dan sorotan masyarakat, yang dipermasalahkan adalah dampak
negatif limbahnya yang diantisipasikan mengganggu kesehatan lingkungan.
2.
Lingkungan
dan Kesehatan
Kemampuan
manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya tergantung
sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif hanya mampu
membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju
sosial budayanya dapat mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang
irreversible. Perilaku masyarakat ini menentukan gaya hidup tersendiri yang
akan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan
timbulnya penyakit yang juga sesuai dengan prilakunya tadi, dengan demikian
eratlah hubungan antara kesehatan dengan sumber daya sosial ekonomi. WHO
menyatakan “Kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental
dan sosial serta bukan hanya merupakan bebas dari penyakit”, dalam Undang
Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan. Dalam Bab 1, Pasal 2
dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah meliputi kesehatan badan (somatik), rohani
(jiwa) dan sosial dan bukan hanya deadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan
kelemahan”.Definisi ini memberi arti yang sangat luas pada kata kesehatan. Masyarakat adalah terdiri dari
individu-individu manusia yang merupakan makhluk biologis dan makhluk sosial
didalam suatu lingkungan hidup (biosfir). Sehingga untuk memahami masyarakat
perlu mempelajari kehidupan biologis bentuk interaksi sosial dan lingkungan
hidup,dengan demikian permasalahan kesehatan masyarakat merupakan hal yang
kompleks dan usaha pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan upaya
menghilangkan penyebab-penyebab secara rasional. sistematis dan berkelanjutan, pada pelaksanan analisis dampak
lingkungan maka kaitan antara lingkungan dengan kesehatan dapat dikaji secara
terpadu artinya bagaimana pertimbangan kesehatan masyarakat dapat dipadukan
kedalam analisis lingkungan untuk kebijakan dalam pelaksnaan pembangunan yang
berwawasan lingkungan. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya lebih
baik, walaupun aktivitas manusia membuat rona lingkungan menjadi rusak. Hal ini tidak dapat disangkal lagi
kualitas lingkungan pasti mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Dari studi
tentang kesehatan lingkungan tersirat informasi bahwa status kesehatan
seseorang dipengaruhi oleh faktor hereditas, nutrisi, pelayanan kesehatan,
perilaku dan lengkungan. Menurut
paragdima Belum tentang kesehatan dari lima faktor itu lingkungan mempunyai
pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan
seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial,
linkungan rekreasi, lingkungan kerja. Keadaan
kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapaat
perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti:
Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air
limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan
kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan
dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit. Jumlah penduduk yang sangat besar
19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat penting
diperhatikan. Pada saat ini
pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama
bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik
ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pengolalaan
sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk
pembangunan asap dapur. Perilaku
pola makanan juga mengubah pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Gizi
masyarakat yang sering menjadi topik pembicaraan kita kekurangan karbohidrat,
kekurangan protein, kekurangan vitamin A dan kekurangan Iodium. Di Indonesia
sebagian besar penyakit yang didapat berhubungan dengan kekurangan
gizi. Dimusim penghujan ini sangat rawan tingkat kekebalan manusia oleh
karena itu kita harus jaga kondisi kesehatan kita agar tidak terserang
penyakit. penyakit seperti batu, pilek, diare/disentri, muntaber bahkan demam
berdarah (DBD) sering kita jumpai di saat musim penghujan ini. tercatat sekitar
awal tahun 2008-2009 banyak warga cikarang yang terserang demam berdarah (DBD)
sekitar 11 orang tewas dengan penyakit tersebut, bahkan yang sering terjadi
adalah wabah diare, itu karena kita kurang memperhatikan kondisi
kekebalan tubuh kita. kondisi yang lemahlah yang membuat kita terserang
penyakit atau lingkungan yang tidak nyaman menyebabkan virus dan bakteri
negative dapat berkembang di daerah yang lingkungannya tidak bersih. daerah
daerah yang kurang bersih atau tidak sehat sangat berpotensi berkembangnya
bibit penyakit, di cikarang masih banyak daerah daerah yang kurang bersih
atau terawat, seperti di daerah pinggiran kali malang banyak orang yang
membuang sampah di bantaran sungai kali malang tersebut, karena dapat
menghambat aliran sungai yang masuk dan berpotensial menyebabkan banjir dan
menjadi sarang nyamuk serta wabah disentri. selain itu di desa sukaresmi banyak
sampah sampah yang tidak di benahi, itu menyebabkan timbulnya bibit bibit
penyakit baru, perlu kita perhatikan kesehatan dan kebersihan tempat tinggal
kita agar tidak terserang penyakit tersebut apalagi di musim penghujan
ini Pengaruh air terhadap kesehatan dapat menyebabkan penyakit menular dan
tidak menular. Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran
lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Lingkungan berpengaruh pada
terjadinya penyakit penyakit umpama penyakit malaria karena udara jelek dan
tinggal disekitar rawa-rawa. Orang beranggapan bahwa penyakit malaria terjadi
karena tinggal pada rawa-rawa padahal nyamuk yang bersarang di rawa menyebabkan
penyakit malaria. Dipandang dari segi lingkungan kesehatan, penyakit terjadi
karena interaksi antara manusia dan lingkungan.
·
Pertumbuhan
Penduduk dan Kelaparan
Pertumbuhan
penduduk adalah
perubahan populasi
sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam
sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran.
Sebutan pertumbuhan penduduk
merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering
digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan
digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk
dunia.
Pertumbuhan penduduk yang pesat dapat
menyebabkan dampak negatif, yaitu salah satunya kemiskinan. Kemiskinan yaitu keadaan di mana
terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll.
Kemiskinan
memberikan dampak negatif salah satunya yaitu kelaparan yang terjadi di
masyarakat, biasanya terjadi pada masyarakat dengan kondisi ekonomi kurang
mampu. Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih membutuhkan makanan,
biasanya saat perut
telah kosong baik dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk waktu yang cukup
lama. Penyebab
kelaparan, mulai dari kemiskinan, kekeringan, gagal panen, SDM
yang kurang, pertambahan penduduk yang tidak terkendali, dan konflik
sosial-politik. Kelaparan identik dengan kemiskinan. Kedua hal tersebut seakan
menjadi pasangan serasi dalam dinamika kehidupan di negara yang sedang berkembang.
Jika tidak segera diatasi, kemiskinan dapat menyebabkan munculnya permasalahan
seperti kelaparan, kriminalitas, dan gangguan sosial lainnya.
Kelaparan di dunia biasanya terjadi di negara-negara
berkembang ataupun miskin. Menurut data yang dimiliki oleh PBB pada tahun 2015,
angka kelaparan di dunia menurun dibawah 800 juta jiwa atau satu dari sembilan
orang di dunia mengalami kelaparan. Angka ini sebetulnya mengalami penurunan
ini terjadi untuk pertama kalinya sejak PBB mengumpulkan data tersebut pada 25
tahun yang lalu. Organisasi PBB yang membidangi masalah pangan dan pertanian
atau FAO mencatat 795 juta orang yang menderita karena kelaparan, lebih sedikit
216 juta orang dibandingkan periode tahun 1990-1992. Sebagian besar dari
negara-negara yang diamati (72 dari 129 negara) juga memenuhi sasaran PBB
dengan mengurangi setengah jumlah kekurangan gizi pada tahun 2015.
Negara-negara di Asia Timur, Amerika Latin, dan Karibia yang paling banyak
mencatat kemajuan dalam mengurangi kelaparan. Sementara Sub-Sahara Afrika tetap
menjadi wilayah dengan tingkat kelaparan tertinggi di dunia.
Angka kelaparan di Indonesia menurut data yang dirilis FAO
yaitu berkisar 19,4 juta jiwa. Jumlah tersebut mencapai sepertiga dari jumlah
penduduk di Asia Tenggara yang mengalami kelaparan. Angka yang besar ini
sesungguhnya telah menurun setengannya bila dibandingka dengan awal tahun
90-an. Persentase penduduk Indonesia yang kelaparan, turun dari 19,7 persen di
tahun 1990-1992, menjadi hanya 7,9 persen di tahun 2014-2016. Pertumbuhan ekonomi
yang pesat membantu Indonesia menurunkan angka kelaparan. Daerah yang mengalami
kelaparan di Indonesia terjadi khusunya di Indonesia bagian timur, seperti
Papua, NTT, dan Maluku.
Penanggulangan dampak kelaparan membutuhkan program jangka
panjang dan jangka pendek. Salah satu program jangka pendek ialah dengan
memberikan bantuan berupa makanan serta mengirimkan tim medis untuk menangani
korban-korban kelaparan utamanya balita, mengadakan panti rehabilitasi juga
dinilai perlu untuk mengobati kejiwaan karena tekanan mental bagi para korban.
Program jangka panjang yang dapat dilakukan adalah salah satunya yaitu dengan
meningkatkan tingkat pendidikan penduduk dengan cara mempermudah akses dalam
mendapatkan pendidikan, meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara
memberi pelatihan bagi para petani tentang cara bercocok tanam yang baik dan
benar serta memperbaiki produksi dan distribusi pangan ke masyarakat.
E. Konsep Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana
terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian
, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. (Wikipedia Bahasa
Indonesia,Ensiklopedia bebas). Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara
subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai pandangan. Pemahaman utamanya
mencakup:
·
Gambaran
kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari,
sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
·
Gambaran
tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·
Gambaran
tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
Berdasarkan hasil World Summit For Social development
1995, yang dikutip oleh Sadji Partoadmojo ditegaskan bahwa kemiskinan dapat
berwujud:
- Rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya
produktif dalam kehidupan berkesinambungan
- Kelaparan dan kekurangan gizi
- Rendahnya derajat kesehatan
- Keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan
dan layanan pokok lainnya
- Kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang
terus meningkat
- Kehidupan bergelandangan dan tempat tinggal yang
tidak memadai
- Lingkungan yang tidak aman
- Diskriminasi dan keterasingan social
- Rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pembuatan keputusan dan
dalam kehidupan sipil,social dan budaya (Sadji , hal 2-4 2004).
Diskusi Tentang
Kemiskinan
Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti Ilmu
Sosial, Ekonomi, dan Budaya.
·
Dalam
Ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif.
·
Dalam
Politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap sebagai tujuan sosial
dan banyak pemerintahan telah berupaya mendirikan institusi atau departemen.
Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam
sensus dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga negara
dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun
sosial, kesempatan kerja khusus, dan lain-lain. Beberapa ideologi seperti
Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk
menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda
sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan.
·
Dalam
Hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia"
universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan.
·
Dalam
Pendidikan, kemiskinan mempengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara
efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang
berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan
oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan keamanan dan
rumah yang stabil, pakaian, dan jadwal makan yang teratur membayangi kemampuan
murid-murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan pendidikan ada
istilah untuk menggambarkan fenomen "yang kaya akan tambah kaya dan yang
miskin bertambah miskin" (karena berhubungan dengan pendidikan, tetapi
beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Faktor- Faktor Penyebab
kemiskinan
Kemiskinan disebabkan oleh banyak
faktor. Jarang ditemukan kemiskinan hanya disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang
atau keluarga miskin bisa desebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait
satu sama lain, seperti mengalami kecacatan, memiliki pendidikan rendah, tidak
memiliki modal, atau keterampilan berusaha, tidak tersedianya jaminan sosial
(pensiun, kesehatan, kematian) atau hidup dilokasi terpencil dengan sumber daya
alam dan infrastruktur yang terbatas.Kemiskinan banyak dihubungkan dengan
beberapa hal,diantaranya:
·
Penyebab
Individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku,
pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
·
Penyebab
Keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
·
Penyebab
Sub-Budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
·
Penyebab
Agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk
perang, pemerintah, dan ekonomi;
·
Penyebab
Struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi,
David Cox (2004: 1-6) membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi (lihat
Suharto, 2008b) :
1.
Kemiskinan
yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi melahirkan negara pemenang dan negara
kalah. Pemenang umumnya adalah negara maju. Sedangkan negara-negara berkembang
seringkali terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan
prasyarat globalisasi.
2.
Kemiskinan
yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsistem (kemiskinan akibat
rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran
pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang
sebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).
3.
Kemiskinan
sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas
akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka, seperti bias jender,
diskriminasi atau eksploitasi ekonomi.
4.
Kemiskinan
konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau
faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam,
kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.
Faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat
dikategorikan dalam dua hal sebagai berikut:
1.
Faktor
Internal
Faktor-
faktor internal ( dari dalam diri individu atau keluarga ) yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan antara lain berupa kekurangmampuan dalam hal:
a. Fisik
(misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan)
b.
Intelektual
(misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi)
c.
Mental
emosinal ( misalnya malas, mudah menyerah, putus asa dan temperamental)
d.
Spiritual
(misalnya jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin)
e.
Sosial
psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stress,
kurang relasi, kurang mapu mencar dukungan)
f.
Keterampilan
(misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan
kerja)
g.
Asset
( misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan,
kendaraan dan modal kerja).
2.
Faktor
Eksternal
Faktor
–faktor eksternal (berada diluar individu atau keluarga) yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan, antara lain :
a.
Terbatasnya
pelayanan sosial dasar
b.
Tidak
dilindunginya hak atas kepemilikan tanah
c.
Terbatasnya
lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal
d.
Kebijakan
perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung
sektor usaha mikro
e.
Belum
terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat
banyak
f.
Sistem
mobilitasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang optimal (seperti zakat)
g.
Dampak
sosial negatif dari program penyesuaian structural ( structural adjustment
program/SAP)
h.
Budaya
yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan
i.
Kondisi
geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana
j.
Pembangunan
yang lebih berorientasi fisik material
k.
Pembangunan
ekonomi antar daerah yang belum merata
l.
Kebijakan
publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin
Faktor Penyebab
Kemiskinan di Indonesia
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab
kemiskinan adalah sebagai berikut:
1.
Laju
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan
penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus
penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia
memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000
penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat
diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar
setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan
atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya
jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya
setelah China, India dan Amerika.
Meningkatnya
jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang
belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban
ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban
ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis
kemiskinan.
2.
Angkatan
Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran
Secara garis
besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur
didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang
satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah
minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua
penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan
bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori beban
ketergantungan. Tenaga kerja (manpower)
dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan
angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk
dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara
tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Seangkan yang termasuk sebagai bukan
angkatan kerja adalah tenaga kerja dalam usia kerja yang tidak sedang bekerja,
tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang
yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah tangga, serta orang yang menerima
pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya. Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula
menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan
pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang-orang yang
mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja maupun orang yang memilki
pekerjaan namun sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan pengangguran
adalah orang yang ridak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak
bekerja dan mencari pekerjaan. Pengangguran semacam ini oleh BPS dikatergorikan
sebgai pengangguran terbuka. (Dumairy, 1996)
3.
Distribusi
Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan
Distribusi
pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil
pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan
versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh
tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk
miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan
tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi
dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang
dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau
moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen
pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17
persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak,
distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata. (Dumairy, 1996).
Pendapatan
penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di
Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut juga sebagai
ketimpangan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat menyebabkan inefisiensi
ekonomi. Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata ± rata
bearapa pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin kecilnya
bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber
kredit. Selain itu ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak
efisien. Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada
pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar, dan
kemudian menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar. (Todaro,
2006).
Ketimpangan
pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai
bentuk dan aspek atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya,
misalnya dalam hal pendapatan per kapita tetapi juga ketimpangan kegiatan atau
proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan
spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.
Ketimpangan
sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain dengan menelaah perbedaan
mencolok dalam aspek ±aspek seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana
perbankan, investasi dan pertumbuhan.
Ketimpangan
pertumbuhan antarsektor, khususnya antara sektor pertanian dan sektor industry
pengolahan harus disikapi secara arif. Ketimpangan pertumbuhan sektoral ini
bukanlah µkecelakaan¶ atau ekses pembangunan. Ketimpangan ini lebih kepada
suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan menjadikan
Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakah ketimpangan
ini apat ditolerir? Pemerintah perlu memikirkan kembali perihal ketepatan
keputusan menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena akan
sangat berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan. (Dumairy,
1996)
4.
Tingkat
Pendidikan Yang Rendah
Rendahnya
kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu
negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat
pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry,
jelas sekali dibuthkan lebih banyak teanga kerja yang mempunyai skill atau
paling tidak dapat membaca dan menulis. Menurut Schumaker pendidikan merupakan
sumber daya yang terbesar manfaatnya dibandingkan faktor-faktor produksi lain.
( Irawan, 1999)
5.
Kurangnya
Perhatian Dari Pemerintah
Pemerintah
yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi
salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang
mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
Sumber
:
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-sri%20rahayu.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_penduduk
https://blogrendywahyu.wordpress.com/2014/04/28/pertambahan-penduduk-dan-lingkungan-pemukiman/