Sebenarnya saya sendiri tidak mau menyebutnya sebagai
budaya karena saya mengganggap hal ini bukan sesuatu yang harus dibanggakan dan
terus dilestarikan. Namun, bila dilihat dari sisi pewarisannya secara turun
temurun setiap tahun, harus diakui bahwa memang sepertinya hal ini sudah
dianggap budaya di kalangan pelajar.
Lalu, apa itu tawuran? Saya rasa kita semua sudah sering
mendengarnya. Menurut Wikipedia, tawuran adalah perkelahian atau tindak kekerasan yang
dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat yang menjurus ke arah
tindakan bentrok. Lalu, apa sih penyebab tawuran itu?
Menurut salah satu kompasianer, tawuran
disebabkan beberapa faktor, yaitu
1. Faktor
internal
Remaja yang terlibat perkelahian
biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks.
Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat
ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan
banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada
remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi
memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah
putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain
pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk
memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka
mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka
terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat.
Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor
keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan
(kurang harmonis) jelas berdampak pada anak. Ketika meningkat remaja, belajar
bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar
kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu
melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak
mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung
dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap
kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3. Faktor
sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan dipandang
sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah
terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu,
lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar akan
menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama
teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas
memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai
penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya
juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik”
siswanya.
4. Faktor
lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap
moral remaja. Masa remaja merupakan masa mencari jati diri atau masa
pembentukan karakter. Jika lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan yang
baik, seorang remaja akan mempunyai karakter yang baik. Tapi sebaliknya, jika
lingkungan dimana remaja tersebut tinggal atau bermain sangatlah buruk maka
remaja tersebut akan memiliki moral yang buruk, memiliki karakter-karakter yang
tercela di lingkungan seperti ini lah karakter-karakter preman tersebut tumbuh
sehingga remaja-remaja tersebut pun cenderung kasar dan susah untuk diatur.
Lantas, bagaimana cara menyelesaikan
permasalahan ini? Dari faktor yang telah disebutkan di atas, tentunya dapat
kita bayangkan bahwa masalah ini bukanlah sebuah masalah yang dapat diselesaikan dengan mudah. Penyelesaiannya membutuhkan proses berkelanjutan, kesadaran
dan kerjasama antara semua pihak, baik dari siswa sebagai pelaku tawuran maupun
orangtua dan sekolah sebagai pendidik. Mengutip dari sebuah website homeschooling, ada beberapa cara yang efektif untuk mencegah terjadinya
tawuran, antara lain dengan memfasilitasi siswa dengan kegiatan positif,
menumbuhkan sikap optimis dan kepercayaan dalam diri para siswa serta
menanamkan nilai-nilai agama dan moral yang membentengi para siswa dari
tindakan anarkis seperti tawuran.
Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tawuran
http://www.fikarhomeschooling.net/index.php/86-news/123-penyebab-terjadinya-tawuran-antar-pelajar
http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/09/budaya-tawuran-yang-turun-temurun-567229.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar