DEMOKRASI
I. Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa demokrasi adalah
kekuasaan yang berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Maksud dari
pemerintahan rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi dipenggang oleh
rakyat. Jadi demokrasi adalah sebuah bentuk sistem pemerintahan dalam
rangka mewujudkan kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh pemerintah.
Pegertian Demokrasi menurut Ahli
II. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
a. Periode Berlakunya Demokrasi Liberal
(1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan
sistem
kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh
presiden dan
bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak
memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah
dikeluarkannya
Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP
menjadi
sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara,
kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3
Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya
pembentukan
multipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14
November 1945
yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan
menteri. Lahirlah
sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya
menegaskan
pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen.
Pemberlakuan
UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan
multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat
berlangsung
lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan
gampang pecah,
sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada
saat itu.
b. Periode Berlakunya Demokrasi Terpimpin
(1959—1965)
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD
1945
dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan
demokrasi
liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu
dapat diselesaikan
dengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi
kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan
politik yang
ada pada saat itu.
Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank
menarik
tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan
Darat
dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi
kekuatan
Angkatan Darat yang beralih fungsi sebagai kekuatan
politik, sedangkan
PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan
presiden
dalam melawan Angkatan Darat. Angkatan darat sendiri
membutuhkan
Soekarno untuk mendapatkan legitimasi agar dapat terjun
ke arena politik
Indonesia.
Adanya tank ulur dalam kehidupan politik saat itu,
memunculkan
masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan
demokrasi yang
berdasarkan UUD 1945, yaitu:
1) Presiden diangkat sebagai presiden seumur hidup
berdasarkan
ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di
mana seorang
anggota kabinet dapat juga sekaligus menjadi anggota
MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui
proses
demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan cara
menunjuk
seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi terpimpin cenderung berpusat
pada
kekuasaan presiden yang melebihi apa yang ditentukan oleh
UUD
1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat
undangundang dalam bentuk penetapan presiden (Penpres).
Misalnya
Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres
No.3/1959
tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena
RAPBN
yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, dan
dibentuklah
DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan terhadap ideologi Pancasila
dan UUD
1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme,
Agama,
Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30
S/PKI)
yang mengajarkan ideologi komunis.
Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat ditumpas dan
dibubar-
kan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi
organisasi
terlarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem
demokrasi :epimpin
dan munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila
pan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
c. Periode Berlakunya Demokrasi Pancasila
(1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan
puncak
penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi
:erpimpin.
Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat
Perintah 11 Maret,
yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional
dengan
dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal
12
Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden
Negara
Republik Indonesia.
Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila.
Dikatakan
demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang
diterapkan didasarkan
pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang
dijiwai sila
pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima.
Pengertian demokrasi
pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No.
XXVII/MPRS/1968
tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana
dalam
ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia
adalah sama
dengan sila keempat dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi Demokrasi Pancasila,
yaitu:
1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan
bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus
1945;
3) menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik
Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada
Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan yang serasi, selaras dan
seimbang antara
lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.
Prinsip atau asas pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut
pemerintahan
orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat
manusia;
2) kekeluargaan dan gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas
keinginan yang belum pernah terwujud. Karena gagasan yang
baik tu
baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik
kenegaraan dan
pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi
kehidupan
berdemokrasi. M.
Rusli mengungkapkan
ciri-ciri rezim orde haru sebagai
berikut.
1) Adanya dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi
ABRI
pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan
pertahanan keamanan
ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini
dapat
dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi dan sentralisasi dalam pengambilan
keputusan
politik;
3) Adanya pembatasan terhadap peran dan fungsi partai
dalam
pengambilan keputusan politik;
4) Adanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan
partai
politik dan publik;
5) Adanya massa mengambang
6) Adanya monolitisasi ideologi negara; yaitu negara
tidak membiarkan
berkembangnya ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non
pemerintah
diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal seharusnya
sebagai
alat kontrol bagi pemerintah.
Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto
sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi.
Pengambilan kebijakan
bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan
lebih dipersempit,
sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol
masyarakat.
Hal ini mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh
korupsi,
nepotisme, dan kolusi.
d. Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era
Reformasi (1998-
Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis
kepercayaan
yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan
mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori
oleh
mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan
harapan
baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa
peralihan demokrasi
ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena
pada masa ini
akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun.
Keberhasilan
dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung
pada empat
faktor, yaitu:
1) komposisi elite polit
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik
dikalangan elite
dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai
modal untuk
mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan
langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia
menuju demokrasi
sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang
besar, yaitu:
1) reformasi konstitusional (constitutional
reform) yang
menyangkut
perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat
legal
sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional
reform and empowerment),
yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga
politik;
3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang
lebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat
dilihat
berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang
Partai
Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas untuk
mendirikan
partai politik yang memungkinkan berkembangnya
multipartai. Hal
ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002
Pasal 2
ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan dan
dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang
telah
berusia 21 tahun dengan akta notaris”.
2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu
memberikan
kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan hak
pilihnya
secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,
DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden
dan wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari
KKN,
berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan
keluarnya
ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah
mempunyai
keberanian untuk melakukan fungsi kontrol terhadap
ekskutif,
sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil
langkah-langkah
politik dengan adanya sidang tahunan dan menuntut kepada
pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan
laporan
kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut
untuk dicabut
surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan
presiden
paling lama adalah 2 periode masa kepemimpinan.
III. Perkembangan Demokrasi Dunia
Budaya
demokrasi sesungguhnya sudah berkembang sejak zaman purba, yaitu pada
zaman berburu. Banyangkan sekelompok laki-laki purba berkumpul dimalam
hari mengelilingi api unggun sambil berdiskusi untuk memastikan apakah
mereka akan berburu keesokan hariunya atau tidak. Mereka adalah pemburu
berpengalaman di sukunya dan merasa sama-sama pantas untuk mengemukakan
pandangannya masing-masing dan ingin didengarkan. Di sekeliling api
unggun, para lelaki itu sedang mengambil bagian dari demokrasi.
Demokrasi
sebagi proses melibatkan masyarakat dalam pemerintahan muncul
dibeberapa kota di yunani kuno sekitar abad ke VI SM. Kemungkinan besar
warga Athenalah yang mencetuskan kata demokratia(demokrasi), yang
merupakan gabungan dari dua kata demos(rakyat), dan kratos(memerintah),
unuk menggambarkan system pemerintahan mereka.
Ciri
utama demokrasi yang dipraktekkan pada bangsa yunani kuno adalah adanya
majlis, yaitu sebuah pertemuan rakyat yang teratur dimana para warga
Negara terhormat bebas mengemukakan pendapat.majlis memilih 10 jendral
untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemiliteran. Namun majlis
yang memerintah yang berjumlah 500 orang dengan para pegawai Negara
lainnya dipilih dengan cara diundi. Dengan cara itu setiap warga
memiliki kesempatan yang sama. Hak-hak warga Negara lainnya diakui untuk
menjamin system berjalan sebagaimana diharapkan. Yang paling penting
dari semuanya itu adalah adanya kebebasan berpendapat. Tanpa kebebasan
berpendapat, tidak aka nada debat baik dalam majlis maupun boul[4].
Demokrasi
yunani kuno bertahan hanya beberapa ratus tahun, dan akhirnya mati pada
abad ke2 SM. Selama periode yang sama republic romawi juga berkembang
pesat. Meski bukan sebuah demokrasi sebagaimana diterapkan di yunani
kuno, republic ini memiliki cirri demokrasi. Pada awalnya hanya kaum
aristrokat, yaitu orang-orang yang mewariskan kekuasaan selama turun
temurun, yang duduk di pemerintahan. Setelah itu rakyat juga diizinkan
untuk memegang beberapa jabatan dan memilih pemimpin mereka sendiri.
Ketika
orang-orang roma mulai menaklukkan Negara-negara lain, rakyat yang baru
ditaklukkan diizinkan untuk menjadi warga Negara roma dan mengambil
bagian dalam praktek demokrasi ini. Namun, dalam kenyataannya itu tidak
pernah terjadi. Wilayah taklukan romawi sangat luas. Dalam kondisi
seperti itu, tidak mungkin warga Negara taklukkan ini bias mempengaruhi
pemerintahan yang berpusat di roma. Gagasan untuk memilih para wakil
dari daerah-daerah taklukan keibukota romawi. Dalam kenyataan tidak
pernah terjadi.
Pada
abad terakhir SM lembaga-lembagademokrasi republic romawi dihancurkan
oleh para pejabat yang korup dan prajurut yang haus kekuasaan. Republic
ini diganti oleh kaisar yang sewenang-wenang. Selama 600 tahun
berikutnya, demokrasi benar-benar hilang.
Demokrasi
muncul kembali di eropa utara sekitar 600 tahun setelah masehi. Untuk
menangani perselisihan dan membahas peraturan bagi komunitasnya, kaum
Viking memanggil majlis yang di sebut thing untuk bersidang, mereka
menganggap satu sama lain sederajat.
Sekitar
tahun 930 M, kaum Viking di islandia membentuk althing, yaitu sebuah
majlis untuk seluruh kepilaun. Majlis ini bertahan selama lebih dari
3abad. Selama 500 tahun berikutnya, anggota majlis regional dan nasional
serupa munjul di skandinavia. Badan-badan serupa juga munjul di belgia,
belanda, Luxemburg, dan inggris.
Berkembang
pesatnya industry dan perdagangan memunjulkan kelas bisnis baru dan
kaya. Para penguasa Negara yaitu ratu/raja, seringkali sangat
membutuhkan uang. Abad berganti abad, para penguasa ini membentuk
majelis yang terdiri dari orang-orang kaya dan berpengaruh. Dengan
demikian raja bukan satu-satunya lagi orang yang menentukan berjalanya
Negara. Ini dilakukan untuk menghindari pertentangan yang keras dari
kaum kaya yang dari hari ke hari semakin disegani dalam masyarakat.
Orang-orang ini kemudian akan memutuskan bagaimana menata dan mengatur
sesuai dengan kepentinagn mereka dan kepentingan raja/ratu. Pada
tahun-tahu awal, majelis semajam ini hanya mewakili sekelompok kecil
masyarakat, namun selama abad-abad berikutnya semakin banyak orang yang
diberi kesempatan untuk mengambil bagian.
Yang
paling terkenal dari semua majelis ini, dan yang paling mempengaruhi
perkembangan demokrasi, adalah perlemen inggris. Perlemen ini menganut
system dua kamar atau two houses. Kaum bangsawan kaya(nobles) yang
berpengaruh duduk di perlemen yang disebut majles tinggi. Mereka ini
adalah penasehat raja/ratu. Para wakil dari kelas menengah yang memiliki
kekayaan dipilih oleh rakyat dan duduk dalam majelis rendah, yang dalam
waktu yang singkat menjadi berpengaruh daripada majelis tinggi.
Kedua
majlis ini baik secara terpisah maupun bersama-sama, berhasil membatasi
kekuasaan raja/ratu, sampai akhirnya tercapai apa yang disebuat
perimbangan dan pembagian kekuasaan. Secara garis besar bias dikatakan
perlemen membuat undang-undang baru(fungsi legislative) dan raja/ratu
melaksanakan undang-undang tersebut(fungsi eksekutif). Hakim-hakim yang
mandiri menafsirkan hokum-hukum apabila diperlukan(fungsi yudikatif).
Masing-masing dari ketiga lembaga kekuasaan ini mengecek dua yang lain.
System
ini dibentuk tidak sebagai jawaban terhadap tuntutan rakyat akan
demokrasi, melainkan ajang berbagi kekuasaan di antara berbagai kelompok
kelas atas dalam masyarakat. Meski demikian mereka juga ingin menuntut
keterwakilan rakyat dalam perlemen dan lebih lanjut membatasi kekuasaan
raja yang hanya mewakili dirinya sendiri saja akan bangga menyebut diri
mereka sebagai pejuang demokrasi yang lebih besar. Gagasan ini
selanjutnya di perkuat oleh munculnya protetantisme. Dalam pandangan
beberapa kaun protestan, kalau semua masyarakat sama di mata tuhan, maka
mestinya semua manusia juga memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam
melatih dan menjalankanm pemerintahan.
Di
inggris dua prose ini(perlemen dan protestantisme) munvul pada abad
ke-17. Raja yang kers kepala Charles I, berusaha mengurangi kekuasaan
perlemen dan menjerumuskan Negara kedalam perang saudara yang
dibanyarnya sendiri dengan tahta dan hidupnya. Ia dipenggal pada tahun
1649. Dalam prose situ, gagasan demokrasi yang melibatkan seluruh rakyat
mendapatkan dukungan yang luar biasa besarnya.
Sebuah
kelompok unik yang disebut leveler membuat usulan-usulan yang
mengejutkan. Mereka mengemukakan bahwa semua orang memiliki hak yang
sama untuk memilih pada pemilihan umum tahunan, bahwa mereka yang
terpilih harus melaksanakan amanat rakyat, bukan mengikuti kehendak
sendiri, dan bahwa anggota perlemen seharusnya hanya menjabat paling
banyak dua priode. Usulan-usulan ini, meskipun barang kali sangat muluk,
sangat sesuai dengan semangat demokrasi yunani kuno yang sudah lama
hilang.[5]
Kaum
leveler gagal, dan monarki kembali pada tahun 1660. Perjanjian baru
antara perlemen denganmonarki, yang disebut glorious revolution 1688,
denagn efektif menutup peluang rakyat jelata dalam proses politik. P-ada
saat itu banyak Negara yang telah memiliki perlemen atau majlis,
tetapai sama dengan di inggris, sedikit sekali warga Negara yang
diperbolehkan memilih. Semua majlis ini tidak memiliki kekuasaan yang
nyata, atau seluruhnya terdiri dari orang-orang kaya dan memiliki hak
istimewa.
Kedua
revulusi ini terjadi sebagai reaksi terhadap tirani. Keduaanya menuntut
hak rakyat untuk memilih pemerintah atau penguasayang mereka kehendaki.
Orang-orang amerika yang dijajah, yang merasa bahwa mereka membanyar
pajak kepada sebuah Negara namun tidak dilibatkan dalam penentuannya,
menciptakan selogan tidak ada pajak tanpa perwakilan. Deklarasi
kemerdekaan yang mereka tanda tangani pada tahun 1776 menekankan bahwa
pemerintahan hanya bias memberikan kekuasaan dengan persetujuan dari
pihak yang diperintahkan. Di perancis deklarasi hak-hak memproklamasikan
bahwa sumber semua kedaulatan ada ditangan rakyat. Untuk ukuran waktu
itu, deklarasi-deklarasi ini benar-benar merupakan revolusi demokratis.
Setelah
menghapus system pemerintahan senelumnya, kaum revolution merancang
perwakilan, dimana rakyat memilih beberapa orang untuk menjadi wakil
mereka di majelis yang baru.
Pelaksanaan
demokrasi perwakilan ini tidak bias dielakkan . namun, beberapa pemikir
politik masih merasa kuatir bahwa demokrasi ini akan rusak dalam
prosesnya.
Para pemikir inggris paine dan mill
menganjurkan agar pemilihan umum diadakan sesering mungkin untuk
mencegah para wakil lipa terhadap rakyatnya. Paine dan mill mengemukakan
apabila wakil tersebut ingin dipilih lagi maka harus mendengar apa yang
disuruhkan para pemilihnya. Sam aseperti kaum leveler, keduanya percaya
masa jabatan para wakil harus terbatas.
Para
pemikir lainnya, tidak setuju dengan pained an mill. Burke dan Hamilton
menyukai kenyataan bahwa demokrasi perwakilan menjembatani pemerintah
yang cerdas dan rakyat yang bodoh, bahkan demokrasi perwakilan
memungkinkan para wakil yang terdidik dan cerdas bias membuat keputusan
yang bijak dan tepat daripada rakyat yang bodoh.
Ketegangan
antara dua kelompok ini berlangsung sampai hari ini. Kelompok yang sat
uterus memdorong terbentuknya demokrasi yang lebih besar: yang satu lagi
berjuan untuk mempraktikkan demokrasi dengan menerapkan batasan-batasan
tertentu yang bias dipahami. Umumnya bias dikatakan bahwa pandangan
orang-orang yang menginginkan lebih banyak pengaruh rakyat dalam
pembuatan keputusan dan lebih banyak tanggungjawab demokratis, tegangan
waktu ini terlalu lama. Masa jabatan wakil jarang dibatasi, kecuali
untuk presiden amerika serikat, yang sejak tahu 1951 hanya diizinkan
memegang dua kali masa jabatan.
Sumber :
danceriot.blogspot.com
handikap60.blogspot.com
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar