25 Desember 2014

Kesetaraan Gender


Kesetaraan gender merupakan isu yang tak kunjung selesai dibahas di berbagai kalangan dan berbagai generasi. Sejak zaman perjuangan, kita mengenal Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika yang memperjuangkan kesetaraan gender di bidang pendidikan. Lantas bagaimanakah kesetaraan gender saat ini? Sudahkah peran pria setara dengan peran wanita?

Menurut saya, peran pria dan wanita sudah cukup setara dalam berbagai bidang. Misalnya, di bidang politik, Indonesia pernah dipimpin oleh seorang presiden perempuan, yakni Bu Megawati Sukarnoputri. Juga Cut Nyak Dien dan Martha Christina Tiahahu, para pejuang wanita yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Beberapa jabatan dan pekerjaan lainnya yang dianggap milik kaum pria juga telah banyak yang diambil alih oleh kaum wanita, mulai dari tukang ojek hingga astronot.

Sayangnya, terkadang peran wanita masih banyak diragukan di berbagai bidang bahkan oleh kaum wanita sendiri. Ungkapan lama yang mengatakan “setinggi-tingginya wanita bersekolah jatuhnya ke dapur juga” agaknya merupakan ungkapan yang paling sering ditemui bila seorang anak perempuan ingin melanjutkan sekolah. Ungkapan-ungkapan bernada sinis dan pesimis seperti inilah yang menghambat proses penyetaraan gender di masyarakat. Akibatnya, kaum perempuan tersisihkan dan dihambat untuk maju. Selain itu, rasa pesimis juga seringkali menghinggap dalam diri perempuan tersebut sehingga mereka menyerah untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Hal seperti inilah yang harus diperjuangkan menurut saya. Kesamaan hak bagi tiap gender untuk menikmati hasil pembangunan dan berpartisipasi di berbagai bidang merupakan suatu hal yang masih harus diperjuangkan hingga saat ini. Memang, secara kodrat, seorang wanita bertugas mengurus keluarga. Namun, pada kenyataannya, banyak wanita sanggup berkarir tanpa mengabaikan tanggung jawabnya terhadap keluarga. Dengan dukungan dari keluarga, saya percaya itu hal yang tidak mustahil.

 

Thanks to inspire me, my mom. Happy Mothers Day.

Also thanks to my friends:


Hukum dan Masyarakat


Hukum dan masyarakat adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Sebuah kutipan dari seorang filsuf dan ahli hukum Roma terkenal berbunyi “Ubi Societas Ibi Ius” yang berarti dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Keduanya selalu ada bersamaan baik disengaja ataupun tidak. Lalu, apa guna hukum dalam masyarakat?

Menurut Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain. Sedangkan menurut Leon Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, dimana aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika dilanggar akan menimbulkan reaksi terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. Plato berpendapat hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. Pendapat dari Aristoteles menyatakan hukum sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

Kesimpulan dari pengertian para ahli tersebut yaitu bahwa hukum adalah sekumpulan aturan yang mengikat tingkah laku para anggota masyarakat maupun penegak hukum itu sendiri yang bertujuan untuk menjamin kebebasan dari seseorang terhadap kebebasan orang lainnya dan menjamin kepentingan bersama. Sedangkan pengertian masyarakat menurut Wikipedia yaitu sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.

Berdasarkan pengertian hukum dan masyarakat di atas, dapat terlihat hubungan di antara keduanya yaitu hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku masyarakat sehingga terbentuk keamanan dan ketertiban dalam masyarakat tersebut. Lebih lengkapnya, arti penting hukum bagi masyarakat dapat dijabarkan sebagai berikut (Dahlan, 2006).

1.     Memberi kepastian hukum bagi warga negara

Hukum memberikan rasa tenang bagi warga negara. Masyarakat yang daerahnya diatur oleh hukum akan merasa memiliki kepastian terhadap tingkah laku yang dilakukannya tidak akan melanggar norma apabila sesuai dengan hukum dari daerah tersebut.

2.     Melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara

Hukum akan memastikan perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki seseorang. Misalnya, hukum harta kekayaan akan menjamin hak-hak kepemilikan seseorang terhadap benda yang dimilikinya.

3.     Memberikan rasa keadilan bagi warga negara

Hukum juga berfungsi untuk memberikan sanksi bagi tiap pelanggaran. Artinya, setiap pelanggaran terhadap hukum akan mendapatkan sanksi yang setimpal terhadap pelanggarannya itu. Selain itu,  salah satu prinsip hukum adalah kedudukan yang sama di depan hukum. Kedua hal inilah yang menjamin adanya rasa keadilan di mata hukum dan dalam kehidupan bermasyarakat.

4.     Menciptakan ketertiban dan keamanan

Pada akhirnya, tujuan terpenting dari diciptakannya hukum dalam masyarakat adalah menciptakan ketertiban dan keamanan. Melalui hukum diharapkan setiap orang dapat memperoleh haknya masing-masing tanpa saling merugikan dengan hak orang lain.

 

Sumber :

Dahlan, Saronji dan H. Asy’ ari. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan SMP Kelas VII. Erlangga: Jakarta


 

13 November 2014

Kurikulum 2013...


“Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas, sebelum mengkritik.” (dikutip dari artikel berjudul Kurikulum 2013 oleh Mohammad Nuh diposting pada 3 Agustus 2013)
Kurikulum 2013 menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Kalangan yang kontra biasanya membahas tentang kesiapan tenaga pendidik dan sarana pembelajaran yang kurang memadai sehingga penerapan kurikulum ini terkesan terburu-buru. Sementara itu, kalangan yang pro biasanya menganggap kekurangsiapan ini akan teratasi seiring berjalannya waktu dan kesiapan tenaga pendidik untuk menyesuaikan materi ajar dengan kurikulum yang diterapkan. Terlepas dari masalah pro dan kontra tersebut, nyatanya kurikulum ini telah diterapkan di beberapa sekolah dan masih menimbulkan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain buku pelajaran yang sulit didapatkan, jam belajar yang terlalu lama dan penghapusan beberapa mata pelajaran.
Menurut saya, kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang dibentuk untuk memperbaiki kegagalan yang telah dialami kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006. Kegagalan tersebut diperbaiki melalui beberapa cara, antara lain mengutamakan pelajaran yang lebih bersifat ‘mengindonesiakan’ peserta didik, seperti Sejarah, Bahasa Indonesia, dan Seni Budaya. Selain itu, usaha untuk menambah jam belajar siswa juga dapat memaksimalkan proses belajar yang selama ini dianggap kurang efektif. Mengenai kelemahan dari kurikulum ini, saya menganggap kelemahan tersebut hanyalah masalah kesiapan tenaga pendidik dan penyedia sarana pembelajaran yang dapat diatasi seiring berjalannya waktu. Saya berharap tim pendidik dapat lebih sering mengadakan diklat dan penyesuaian dengan kurikulum baru ini agar penerapan kurikulum ini dapat berjalan dengan baik dan tercapainya tujuan dari kurikulum 2013 ini.

Referensi : kemdikbud.go.id

Pemuda Indonesia dan Identitas Nasional

Menurut KBBI, pemuda adalah orang muda laki-laki; remaja; teruna. Istilah pemuda sendiri lebih sering dikaitkan dengan Pemuda Pancasila atau Sumpah Pemuda. Mengapa? Ternyata hal ini dikarenakan pemuda yang memiliki andil sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa Rengasdengklok, dimana para pemuda mendesak tokoh proklamator kita untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Selain itu, pemuda juga berperan besar dalam menegakkan nama Indonesia sebagai identitas nasional bangsa di dunia internasional. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya perkumpulan pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri dengan menggunakan nama Indonesia. Pembentukan Indonesia sebagai identitas nasional pun semakin diperjelas oleh pemuda melalui Sumpah Pemuda yang dihasilkan dalam Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928. Melalui penjelasan di atas, jelaslah bahwa pemuda sangat erat kaitannya dengan identitas nasional pada masa perjuangan dahulu.
Pemuda dianggap memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan golongan usia lainnya karena memiliki beberapa potensi, antara lain idealisme dan daya kritis, dinamika dan kreativitas, optimis dan semangat, terdidik dan memiliki rasa patriotisme dan nasionalisme. Hal ini terbukti benar pada masa perjuangan kemerdekaan, dimana golongan tua biasanya lebih berpikir panjang dan dalam untuk memutuskan sesuatu, sementara golongan muda lebih bersemangat dalam melakukan tindakan.Lalu, bagaimana dengan pemuda masa sekarang?
Pemuda Indonesia masa kini pun juga banyak yang mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Sebut saja Supriyatna yang memperoleh tiga medali emas pada ASEAN Para Games VII yang digelar di Myanmar, Januari 2014 lalu. Lalu, ada pula Rio Haryanto, Tania Gunadi, Triyatno, Eko Yuli dan masih banyak lagi. Semua itu merupakan bukti bahwa pemuda masa kini juga dapat berperan untuk memperjuangkan identitas bangsa di kancah internasional. Jadi, bagaimana dengan kita? Akankah kita menjadi bagian dari pemuda yang memperjuangkan identitas nasional bangsa?

Referensi :
Pujiastuti, Sri, dkk. 2007. IPS Terpadu 2A untuk SMP dan MTs Kelas VIII Semester 1. Jakarta: ESIS
Kurnia, Anwar, dkk. 2007. Sejarah 2 SMP Kelas VIII. Jakarta: Yudhistira
Tribunnews.com, Sindonews.com, dan sumber lainnya

18 Oktober 2014

Efek Urbanisasi terhadap Kehidupan Masyarakat Perkotaan

Urbanisasi adalah perpindahan dari desa ke kota. Perpindahan penduduk ini dipengaruhi oleh beberapa faktor . Faktor tersebut digolongkan dalam dua golongan yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong terjadinya urbanisasi antara lain kurangnya lapangan pekerjaan di pedesaan, lahan pertanian yang semakin sempit, terbatasnya sarana dan prasarana di desa, dan impian dari pelaku untuk memperbaiki hidupnya. Sementara itu, faktor penarik terjadinya urbanisasi antara lain kehidupan kota yang modern, sarana dan prasarana yang lebih lengkap, lapangan pekerjaan dengan upah yang lebih baik, dan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Urbanisasi hampir selalu dianggap sebagai suatu tren negatif. Hal ini dikarenakan mayoritas pelaku urbanisasi tidak membekali dirinya dengan motivasi yang kuat dan ilmu yang memadai. Kebanyakan pelaku urbanisasi hanya membawa mimpi dan bekal seadanya dengan harapan hidupnya akan membaik. Padahal, untuk bertahan hidup dan mencari pekerjaan di kota tidaklah mudah. Diperlukan pengetahuan yang memadai dan niat yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pelaku urbanisasi yang tidak memiliki bekal yang cukup akan membawa dampak buruk bagi perkotaan. Dampak buruk yang paling utama adalah meningkatnya populasi secara drastis. Dampak buruk lainnya adalah kelanjutan dari dampak buruk utama tersebut, antara lain
1.        Naiknya harga properti dan terciptanya lahan kumuh. Daerah perkotaan yang cenderung sempit, tidak sesuai untuk menampung populasi yang terlalu banyak. Akibatnya, harga tanah dan bangunan di perkotaan  menjadi sangat mahal dan terus meningkat seiring dengan bertambahnya populasi perkotaan.
2.        Pengangguran. Pelaku urbanisasi yang tidak membekali dirinya dengan cukup akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan di kota. Hal ini dikarenakan pekerjaan di kota memerlukan keterampilan dan keahlian khusus untuk tiap pekerjaannya.
3.        Tingkat stress tinggi. Tak dapat dipungkiri bahwa peningkatan populasi penduduk merupakan salah satu faktor kemacetan yang terjadi di perkotaan. Kemacetan yang terus menerus terjadi ini merupakan salah satu faktor peningkat stress masyarakat perkotaan. Selain kemacetan, biaya hidup dan tekanan pekerjaan juga merupakan pemicu stress yang sering ditemui di perkotaan.
4.        Tingkat kriminalitas tinggi. Pengangguran yang kadar moralnya rendah akan dengan mudah melakukan kriminalitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, tingkat stress yang tinggi juga dapat memicu terjadinya kriminalitas.
5.        Prostitusi, pengemis dan anak jalanan. Terkait dengan masalah pengangguran, terdapat banyak jalan dalam mengatasi masalah tersebut. Sayangnya, tidak semua jalan keluar menyelesaikan masalah dengan tuntas. Prostitusi merupakan salah satu jalan yang ditempuh pelaku urbanisasi yang kurang memiliki keterampilan. Selain itu, profesi pengemis dan anak jalanan juga merupakan salah satu pilihan kurang tepat yang biasa diambil para pelaku urbanisasi yang kurang memiliki keterampilan.
6.        Perkotaan yang tidak tertib. Dari segi tata letak kota, peningkatan populasi yang tak tertampung akan menimbulkan masalah pada keindahan kota. Beberapa fasilitas umum seringkali dialihfungsikan sebagai tempat tinggal semi permanent bagi pengemis dan gelandangan. Selain itu, anak jalanan juga seringkali merusak fasilitas umum dan mencoret-coret tembok di tempat umum.
Meski demikian, urbanisasi dapat tetap bermanfaat bagi perkotaan. Manfaat yang didapatkan dari urbanisasi, antara lain
1.        Mempercepat petumbuhan ekonomi. Peningkatan populasi akan memicu percepatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan kebutuhan yang semakin meningkat dari populasi tersebut akan memacu produsen untuk memproduksi lebih banyak produk. Produktivitas perusahaan yang meningkat akan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
2.        Memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Tak dapat dipungkiri, tenaga kerja dari pedesaan relatif lebih murah dibandingkan tenaga kerja dari perkotaan. Hal ini juga didukung dengan adanya pekerjaan-pekerjaan yang lebih membutuhkan tenaga kerja terlatih dibandingkan tenaga kerja terdidik. Oleh karena itu, pelaku urbanisasi yang telah memiliki keterampilan dapat bermanfaat untuk mengisi kekosongan tenaga kerja terlatih di perkotaan.
3.        Memperkaya budaya suatu daerah perkotaan. Setiap daerah memiliki budayanya masing-masing. Begitu pula tiap pelaku urbanisasi dari daerah tertentu. Pelaku urbanisasi dari daerah dengan adat yang kuat akan membawa serta budayanya ke perkotaan. Hal ini dapat bermanfaat bagi masyarakat perkotaan yang ingin mempelajari budaya daerah.
Demikian dampak urbanisasi bagi masyarakat perkotaan. Menurut saya, urbanisasi tidaklah selalu buruk karena semakin banyak pendatang yang berkemampuan memadai berdatangan ke perkotaan akan semakin memacu persaingan antar masyarakat. Sebagaimana yang kita ketahui, persaingan adalah salah satu pemicu perkembangan yang paling efektif. Jadi, asalkan diolah dengan baik, urbanisasi dapat mempercepat pembangunan suatu perkotaan
Sumber :

Dukungan Sosial Keluarga terhadap Perkembangan Mental Individu

Menurut kamus psikologi I, mental dalam arti khusus adalah suatu kemampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya yang mengakibatkan kemampuan tertentu dan pencapaian tertentu. Berdasarkan pengertian di atas, perkembangan mental individu adalah perubahan kemampuan seorang individu dalam menyesuaikan diri. Perkembangan mental individu dimulai dari masa balita, anak-anak, remaja hingga akhirnya dewasa dimana seorang individu dianggap sudah dapat memposisikan dirinya sesuai dengan sifat dan lingkungannya. Pada masa balita, seorang individu mulai mencari tahu tentang lingkungannya. Kemudian, pada masa anak-anak, individu mulai mempelajari lingkungannya. Pada masa ini, individu mulai mempelajari nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Selanjutnya, masa remaja adalah masa dimana seorang individu mulai belajar mengambil sikap terhadap setiap hal yang berada dalam lingkungannya. Pada masa ini, biasanya seorang individu mulai belajar beradaptasi dengan lingkungan lain selain keluarga, sehingga peran keluarga mulai berkurang. Terakhir, masa dewasa, masa dimana mental seorang individu dianggap sudah ‘matang’. Pada masa ini, seorang individu dianggap sudah dapat mengambil sikap yang benar terhadap masalah yang dihadapi.
Perkembangan mental individu tidak terlepas dari faktor lingkungannya. Keluarga, sebagai lingkungan pertama yang dikenal individu merupakan faktor terkuat yang mempengaruhi perkembangan mental seorang individu, terutama saat individu berada di masa balita dan anak-anak. Hal ini disebabkan mayoritas waktu pada masa ini dihabiskan bersama keluarga. Peran keluarga dalam memberikan dukungan sosial terhadap individu di masa perkembangan mentalnya sangat besar dan akan memberikan pengaruh jangka panjang hingga individu tersebut dewasa. Misalnya, seorang individu yang pada masa anak-anaknya merasa ditelantarkan oleh orang tuanya cenderung tumbuh sebagai pribadi yang tertutup dan tidak peduli dengan lingkungannya. Hal ini dikarenakan individu tersebut merasa tidak dipedulikan oleh orang tuanya sehingga ia akan kesulitan untuk mempercayai orang lain.
Selain itu, dukungan sosial dari keluarga juga akan membentuk sifat yang melandasi sikap dari seorang individu. Misalnya, seorang individu yang pada masa anak-anaknya menerima dukungan dalam bentuk motivasi diri dari keluarganya. Saat dewasa, dalam mental individu tersebut akan terbentuk rasa percaya diri dan menghargai orang lain. Ia akan menghargai dan memotivasi orang yang kurang memiliki rasa percaya diri.
Cohen, Mermelstein, Kamarck dan Hoberman (1985) menyimpulkan empat bentuk dukungan sosial yang berpengaruh terhadap respon individu pada kondisi yang menekan yaitu:
1. Dukungan praktis (tangible support) atau bantuan-bantuan yang bersifat pelayanan seperti membantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari maupun bantuan secara finansial. Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya : bantuan langsung dari orang yang diandalkan seperti materi, tenaga dan sarana. Manfaat dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat yang menurun selain itu individu merasa bahwa masih ada perhatian atau kepedulian dari lingkungan terhadap seseorang yang sedang mengalami kesusahan atau penderitaan (Friedman, 1998).
2. Dukungan informasi (appraisal support) atau suatu bentuk bantuan yang membantu individu dalam memahami kejadian yang menekan dengan lebih baik serta memberikan pilihan strategi coping yang harus dilakukan guna menghadapi kejadian tersebut. Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi tentang dunia yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stresor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi (Friedman 1998)
3. Dukungan harga diri (self esteem) atau suatu bentuk bantuan dimana individu merasakan adanya perasaan positif akan dirinya bila dibandingkan keadaan yang dimiliki dengan orang lain, yang membuat individu merasa sejajar dengan orang lain seusianya. Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator identitas anggota keluarga, diantaranya : memberikan support, pengakuan, penghargaan dan perhatian (Friedman, 1998).
4. Dukungan belonging, suatu bentuk bantuan dimana individu tahu bahwa ada orang lain yang dapat diandalkan ketika ia ingin melakukan suatu kegiatan bersama dengan orang lain. Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari dukungan ini adalah secara emosional menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun wanita) akan selalu terjaga kerahasiaannya dari keingintahuan orang lain. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan (Friedman, 1998).
Sumber

1 Juli 2014

Pelaksanaan Otonomi Daerah Menurut UUD di Indonesia

Pengertian otonomi secara bahasa adalah berdiri sendiri atau dengan pemerintahan sendiri, Sedangkan daerah adalah suatu wilayah atau lingkungan pemerintah. Dengan demikian pengertian otonomi daerah secara bahasa adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.        Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan
2.        Nilai Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan:
1.        Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2.        Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3.        Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itu, otonomi daerah diterapkan di Daerah Tingkat II (Dati II). Adapun prinsip otonomi daerah yang dianut adalah:
1.        Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah
2.        Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air
3.        Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Otonomi daerah sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia sudah beberapa kali merubah peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang menandakan bagaimana otonomi daerah di Indonesia berjalan secara dinamis.
Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU No. 1 th 1945 menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU No. 22 th 1948 memberikan hak otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada daerah. Selanjutnya UU No. 1 th 1957 menganut sistem otonomi riil yang seluas-luasnya. Kemudian UU No. 5 th 1974 menganut prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab. UU No. 22 th 1999 menganut prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Sedangkan saat ini di bawah UU No. 32 th 2004 dianut prinsip otonomi seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia masih banyak kekurangan yang mewarnai pelaksanaan otonomi daerah seperti kurangnya koordinasi pusat dan daerah serta masalah-masalah lain yang kemudian berdampak terhadap masyarakat itu sendiri. Keinginan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik melalui otonomi daerah memang bukanlah hal yang mudah, masih banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menciptakan otonomi daerah yang maksimal demi menciptakan pemerintahan khususnya pemerintahan daerah yang lebih baik.

Sumber : http://novitamyself.blogspot.com/

Politik Nasional pada Masa Orde Baru dan Reformasi

A.      Masa Orde Baru
Jadi politik Orde Baru adalah fenomena kompleks sehingga jauh dari monolitik. Dengan demikian ada manfaatnya melihat Orde Baru dengan melakukan pentahapan seperti dilakukan oleh Andreas Vickers seorang associate professor di Universitas Wollongong, Australia. Vikers membagi sejarah Orde Baru dalam tiga babak yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu fase Honeymoon, Stalinist dan fase Keterbukaan.
Vikers tidak memasukkan secara khusus periode krisis pemerintahan Orde Baru, terutama pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan rezim Soeharto. Selayaknya masa krisis ini dicatat tersendiri, sehingga genapnya periodesiasi politik masa Orde Baru itu meliputi sebagai berikut
a.         Periode Honeymoon
Fase pertama, mengutip pendapat Umar Kayam, Vikers menyebut periode 1967-1974 sebagai fase Honeymoon. Pada periode ini sistem politik di negeri ini relative terbuka. Bangsa Indonesia bisa menikmati kebebasan pers. Militer tidak mendominasi banyak aspek pemerintahan. Sebaliknya, militer menjalin aliansi dengan mahasiswa, kelompok Islam dan sejumlah tokoh politik pada masa Soekarno. Soeharto menjalin hubungan erat sehingga menjadi jalinan triumvirate yang kuat dengan Adam Malik yang dikenal sebagai tokoh politik kekirian (Tan Malakaist) dan Hamengkubuwono IX (9) yang dikenal sebagai Soekarnois liberal.
Periode ini di akhiri dengan peristiwa Malari yang sertai dengan dimulainya tekanan atas kekuatan mahasiswa di satu pihak dan di lain pihak sebuah upaya Soeharto membangun kekuatan dari tekanan lawan politik di tubuh militer. Arus politik pada masa itu memunculkan tokoh popular, Ali Moertopo dengan para pengikutnya yang menyebar dihampir semua posisi politik dan birokrasi. Bersamaan dengan itu, arus politik membawa Indonesia untuk melakukan pengintegrasian Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia pada Tahun 1976.
b.        Periode Stalinist
Fase kedua adalah periode tahun 1974-1988/1989 yang disebut sebagai fase Stalinist. Pada fase ini otoritarianisme menjadi ciri yang mengedepankan dalam arena kepolitikan di Indonesia. Pemerintahan menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus, Menteri P dan K mengeluarkan SK 028/1978 dan Kopkamtib mengeluarkan SKEP 02/Kopkam/1978 yang membekukan kegiatan Dewan Mahasiswa, menyusul kemudia dikeluarkan SK Menteri P dan K No.0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang disertai pula dengan perangkat BKK.
Kebijakan normalisasi kehidupan kampus itu diterapkan dengan dalih agar mahasiswa menjadi man of analysis dan bukan moral force atau apalagi sebagaimana political force. Dalam praktik, kebijakan itu berhasil mendepolitisasi mahasiswa. Tidak ada gerakan mahasiswa pada periode ini, kecuali gerakan-gerakan yang lingkup dan isi perjuangannya bersifat lokal, seperti gerakan protes mahasiswa terhadap pembangunan Waduk Kedugombo, penurunan SPP, protes pemecatan Arief Budiman di Universitas Satyawancana, protes mahasiswa Ujungpadang atas kenaikan tarif angkot.
Pada fase ini militer bergandengan erat dengan Birokrasi sehingga menjadi instrumen politik penguasa Orde Baru yang sangat tangguh. Lawan-lawan politik Soeharto dimarginalisasikan. Pemerintahan memberlakukan indoktrinasi ideologi Pancasila dalam bahasa penguasa melalui penataran P4; peng-asas-tunggalan organisasi politik, kemasyarakatan maupun keagamaan; pemberlakuan politik masa mengambang (floating mass) setelah penasehat politik Soeharto, Ali Moertopo pertama kali berbicara tentang konsep tersebut.
c.         Periode keterbukaan
Periode ini berlangsung pada akhir 1980-an. Pada masa ini mulai muncul kekuatan yang selama itu berseberangan dengan kekuasaan. Di parlemen muncul “interupsi” dari salah seorang anggota fraksi ABRI (sekarang TNI dan POLRI). Ada yang bilang periode ini merupakan saat dimana orang mengucapkan “good-bye” untuk menjadi manusia “yes-men”, menunggu petunjuk bapak presiden. Dalam dunia ekonomi pemerintah mengeluarkan sejumlah deregulasi, yang mempercepat arus masuknya modal asing. Investasi dunia perbankan menjadi dipermudah.
Bank tumbuh bukan hanya di kota tetapi sampai ke kecamatan-kecamatan. Dengan modal Rp 50 juta bisa membuat bank, Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bersamaan dengan itu, perkembangan sejarah politik internasional ditandai dengan munculnya keterbukaan (glasnost) dan reformasi (perestroika) yang digulirkan oleh presiden Uni Soviet, Michael Gorbachove.
d.        Periode krisis
Puncak dari keterbukaan yang berlangsung di Indonesia adalah masa krisis. Dimulai dengan krisis moneter. Kurs Rupiah di mata dolar AS merosot tajam. Ibarat kapal, negeri ini sedang dihantam ombak besar. Sejumlah petinggi negeri ini mengatakan tidak ada masalah, karena fundamental ekonomi kita cukup kuat. Ternyata tidak demikian. Indonesia terus diterpa badai moneter, kurs rupiah benar-benar tidak terkendali, sampai lebih Rp 10 ribu per dolar AS. Krisis ini disertai dengan krisis sosial politik yang tak terkendali. Kelompok kritis, dosen-dosen senior perguruan tinggi negeri di Indonesia “turun gunung” dan gelombang demonstrasi mahasiswa pecah dimana-mana. Rezim Soeharto benar-benar sedang di terpa badai, dan akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada BJ. Habibie pada tahun 1998. Sejak itu berakhirlah rezim Soeharto, dan dimulailah era baru, era reformasi. Indonesia memulai lembaran baru dalam sejarah politik dengan awal yang tidak mudah. Tertatih-tatih bangsa ini, mengatasi kerusuhan, pembakaran, perusakan, separatisme, hingga penjambretan, penodong dan berbagai bentuk kriminalitas yang tak terkendali oleh aparat.

B.       Masa Reformasi
1.        Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
2.        Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto–sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar-agama, terutama di Aceh, Maluku, danPapua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
3.        Pemerintahan Megawati
Pada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.
4.        Pemerintahan Yudhoyono

Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluhlantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra. Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.

Sumber : http://novitamyself.blogspot.com/

30 Juni 2014

Politik

A.      Pengertian Politik
Kata politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yakni politikos (dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara). Dalam bahasa Indonesia, politik diartikan sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Menurut Ramlan Surbakti, sejak awal hingga perkembangannya yang terakhir, ada sekurang-kurangnya lima pandangan mengenai politik. Pertama, politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik adalah segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik adalah kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik adalah konflik dalam rangka mencari dan/atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Politik berkaitan erat dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, dan pembagian atau alokasi.

B.       Hal yang Berhubungan dengan Politik
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Ilmu politik diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan bermasyarakat dengan negara sebagai bagiannya; ilmu politik mempelajari negara dan bagaiman negara tersebut melakukan tugas serta fungsinya.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku. Ilmu politik dianggap sebagai ilmu yang mempelajari segala kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Harold D Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Society menyebutkan ilmu politik sebagai ilmu yang mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. Sedangkan W.A. Robson dalam The University Teaching of Social Sciences, mengatakan ilmu politik sebagai ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam masyarakat dalam perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan, melaksanakan atau menentang kekuasaaan itu.
Keputusan (decision) adalah hasil dari membuat pilihan di antara beberapa alternative, sedangkan istilah pengambilan keputusan (decision making) menunjuk pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif mengikat seluruh masyarakat. Joyce Mitchell, dalam bukunya Political Analysis and Public Policy mengatakan politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya. Karl W. Deutsch berpendapat politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. Dikatakan selanjutnya bahwa keseluruhan dari keputusan semacam itu merupakan sektor umum atau sektor publik dari suatu negara. Dalam arti ini, politik terutama menyangkut kegiatan pemerintah.
Kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Menurut Hoogerwerf, objek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah, proses terbentuknya, serta akibat- akibatnya. Yang dimaksud Hoogerwerf disini adalah kebijakan umum yang membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan. Sementara menurut David Easton, ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan umum (study of the making of public policy).
Pembagian dan alokasi adalah pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Politik diartikan sebagai pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat. Masalah tidak meratanya pembagian nilai-nilai perlu diteliti dalam hubungannya dengan kekuasaan dan kebijaksanaan pemerintah. David Easton dalam A Systems Analysis of Political Life, mengatakan sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat.

C.      Politik Nasional Indonesia
Politik nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian definisi politik nasional adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

D.      Pengertian Strategi Nasional
Strategi berasal dari kata Yunani yaitu strategis yang artinya the art of the general. Antoine Henri Jomini (1779-1869) dan Karl Von Clausewitz secara ilmiah Jomini memberikan pengertian yang bersifat deskriptif. Ia katakan bahwa strategi adalah seni menyelenggarakan perang diatas peta dan meliputi seluruh wawasan operasi, sedangkan Clausewitz dengan tegas membedakan politik dan strategi. Dalam abad modern sekarang ini arti strategi tidak lagi terbatas pada konsep ataupun seni seorang pangliman di masa perang tetapi sudah berkembang den menjadi tanggung jawab seorang pemimpin. Strategi merupakan oleh karena penglihatan pengertian itu memerlukan intuisi. Seakan-akan orang harus merasa di mana ia sebaiknya menggunakan kekuatan yang tersedia. Disamping strategi merupakan seni, lambat laun ia juga merupakan ilmu pengetahuan. Lambat laun strategi yang tadinya hanya di gunakan dalam bidang militer, memperoleh perhatian pula dari bidang lain. Strategi pada dasarnya merupakan suatu rangkaian kerangka rencana dantindakan yang disusun dan disiapkan dalam suatu rangkaiyan pentahapan yang masing-masing merupakan jawaban yang optimal terhadap tantangan baru yang mungkin terjadi sebagai akibat dari langkah sebelumnya, dan kesluruhan proses ini terjadi dalam suatu arah tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Startegi nasional adalah seni dan ilmu mengembangkan dan menggunakan kekuatan nasional dalam masa damai maupun masa perang untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan politik nasional. Dalam rangka nasional, maka strategi nasional merupakan pelaksanaan dari kebijakan nasional, atau dengan kata lain, strategi adalah politik dalam pelaksanaan. Dengan demikian maka strategi nasional sebagai rencana dan pelaksanaan harus kenyal, dinamis, disesuaikan dengan kondisi, situasi dan kemampuan disamping nilai seni.

E.       Stratifikasi dalam Politik Nasional
Stratifikasi politik nasional dalam negara Republik Indonesia adalah sebgai berikut
1.        Tingkat penentu kebijakan puncak
Meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup penentuan undang-undang dasar. Menitik beratkan pada masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak dilakukan oleh MPR. Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan Presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh kepala negara dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
2.        Tingkat kebijakan umum
Merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya menyeluruh nasional dan berisi mengenai masalah-masalah makro strategi guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.
3.        Tingkat penentu kebijakan khusus
Merupakan kebijakan terhadap suatu bidang utama pemerintah. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam bidang tersebut. Wewenang kebijakan tingkat di atasnya.
4.        Tingkat penentu kebijakan teknis
Kebijakan teknis meliputi kebijakan dalam satu sektor dari biang utama dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan.
5.        Tingkat penentu kebijakan di daerah
Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di daerah terletak pada Gubernur dalam kedudukannnya sabagai wakil pemerintah pusat di daerahnya masing-masing. Kepala daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tinkat I atau II. Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan Gubernur/Kepala Daerah tingkat I, Bupati/Kepala Daerah tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah tingkat II.

Sumber : 
Wikipedia
http://safirasalsabila.wordpress.com/2013/06/30/tugas-softskill-politik-dan-strategi-nasional/
Anshari, Endang Saifuddin. 2004. Wawasan Islam : Pokok-pokok Pikiran tentang Paradigma dan Sistem Islam. Bandung : Gema Insani 
Budiarjo, Miriam, dkk. 2003. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Surbakti, Ramlan. 1991. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo

7 Juni 2014

Pengaruh Ketahanan Nasional pada Aspek Ideologi, Poleksosbudhankam

Aspek Ideologi
Dapat diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan ideologi bangsa Indonesia. Ketahanan ini diartikan mengandung keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Aspek Politik
Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan politik bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan kehidupan politik bangsa dan negara Republik Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Aspek Ekonomi
Ketahanan Ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan perekonomian bangsa dan negara berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Aspek Sosial Budaya
Ketahanan sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamis budaya Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya.
Aspek Pertahanan dan Keamanan
Ketahanan pertahanan dan keamanan diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia mengandung keuletan, ketangguhan, dan kemampuan dalam mengembangkan, menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan hambatan yang datang dari luar maupun dari dalam yang secara langsung maupun tidak langsung membahayakan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia.

MEWUJUDKAN KEBERHASILAN KETAHANAN NASIONAL
Aspek Ideologi
Upaya memperkuat Ketahanan Ideologi memerulkan memerlukan langkah pembinaan berikut:
1.    Pengamalan pancasila secara obyektif dan subyektif
2.    Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia
3.    Pendidikan moral Pancasila
4.    Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan konsep Wawasan Nusantara bersumber dari Pancasila
Aspek Politik
Upaya mewujudkan ketahanan pada aspek politik:
1.    Politik Dalam Negeri
Sistem pemerintahan yang berdasarkan hukum
Mekanisme politik yang memungkinakan adanya perbedaan pendapat
Terjalin komunikasi politik timbal balik antara pemerintah dan masyarakat
2.    Politik Luar Negeri
Hubungan luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerjasama interansional di berbagai bidang
Politik luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerjasama antarnegara
Peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu dilaksanakan dengan pembenahan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan
Perjuangan bangsa Indonesia yangf menyakut kepentingan nasional
Aspek Ekonomi
Pencapaian tingkat ketahanan ekonomi memerlukan pembinaan sebagai berikut:
1.    Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata di seluruh wilayah Nusantara melalui eknomi kerakyatan
2.    Ekonomi kerakyatan harus menghindari sistem free fight liberalism, etatisme, dan monopoli ekonomi
3.    Pembangunan ekonomi merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan
4.    Pemerataan pembangunan dan pemanfaatan hasilnya dengan memperhatikan keseimbangan dan keserasian pembangunan antarwilayah dan antar sektor.
Aspek Sosial Budaya
Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan sosial budaya warga negara Indonesia diperlukan Kehidupan sosial budaya bangsa dan masyarkat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang serta mampu menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
Aspek Pertahanan dan Keamanan
Untuk mewujudkan keberhasilan Ketahanan Nasional setiap warga negara Indonesia perlu:
1.      Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang disertai keuletan dan ketangguhan tanpa kenal menyerah dan mampu mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta pencapaian tujuan nasional.
2.      Sadar dan peduli akan pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Aspek Ilmu Pengetahuan
Untuk mecapai percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi ( Iptek )
1.    Dilakukan lewat penguatan empat pilar knowledge based economy ( KBE ), yaitu :
- Sistem pendidikan
- Sisten inovasi
- Infrastruktur masyarakat informasi
- Kerangka kelembagaan, peraturan perundangan, dan ekonomi
2.    Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan
3.    Mewujudkan tumbuhnya masyarakat yang berbudaya iptek

Sumber : http://helmyhadisasono.blogspot.com/2012/04/keberhasilan-ketahanan-nasional-dalam.html